Di Humanity First, sebuah organisasi nirlaba yang jauh lebih kecil yang dijalankan oleh sekte Muslim Ahmadiyah, penyelenggara membatalkan penggalangan dana untuk mengumpulkan uang untuk paket perawatan makanan dan kebutuhan rumah tangga setelah mengumpulkan 33 juta rupiah.
Sebagai perbandingan, kelompok itu, yang memiliki 60.000 anggota, mengumpulkan 10 kali lipat jumlah itu setelah gempa bumi dan tsunami Palu 2018 di Sulawesi Tengah, yang merenggut lebih dari 4.300 jiwa.
Kandali Achmad Lubis, koordinator Humanity First Indonesia, mengatakan pendapatan yang terbatas membuatnya lebih sulit untuk mengumpulkan dana.
“Di Palu dan tsunami, bencana itu terjadi di satu tempat,” kata Kandali. “Covid-19 mempengaruhi semua orang.”
Yang membuat keadaan menjadi lebih buruk adalah kenyataan bahwa bantuan pemerintah lambat dalam melewatinya.
Kantor Presiden Joko Widodo merilis sebuah video pada akhir pekan Jokowi mencerca para menterinya pada 18 Juni dan mengancam perombakan kabinet karena kegagalan mereka untuk mendistribusikan semua kecuali sepotong sekitar 75 triliun rupiah yang disisihkan untuk meningkatkan respons bangsa terhadap virus, yang telah merenggut lebih dari 2.800 nyawa.
Sementara itu, pemerintah daerah Jakarta menyediakan bantuan pangan sebesar 275.000 rupiah untuk masing-masing dari 2,4 juta keluarga.
Pemerintah pusat telah memperluas bantuan yang ada untuk keluarga termiskin untuk memasukkan diskon listrik dan bantuan sebesar 200.000 rupiah per bulan selama sembilan bulan yang dapat dihabiskan untuk bahan pokok.
Pengangguran di sektor formal dapat meningkat tiga kali lipat menjadi 15 persen pada Februari mendatang, kata Bhumi Yudhistira, seorang ekonom di Institute for Development of Economics and Finance. Data tersebut tidak memperhitungkan sektor informal yang mati suri.
Sekitar 6,4 juta orang Indonesia telah kehilangan pekerjaan mereka dan putaran baru PHK kemungkinan akan memukul ekonomi pada bulan Agustus, kata kamar dagang dan industri negara itu (Kadin).
Perjuangan berlanjut bagi mereka seperti Juna, 26, yang harus tidur di pinggiran pasar basah di Kebayoran Lama, di selatan Jakarta.